Oleh: Muhammad Hartawan Muzakki, Dkk
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis multidimensi sepertinya masih enggan
hengkang dari Indonesia, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Pendidikan
yang dipandang sebagai suatu proses memanusiakan manusia, dalam kenyataannya
masih sebatas wacana saja. Terbukti ketika pendidikan hanya dijadikan sebagai
alat politik oleh para penguasa, pendidikan hanya digunakan untuk mengejar
strata ekonomi dan sosial yang tinggi. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa
hakekat pendidikan jauh dari memanusiakan manusia. Fenomena tersebut
mengisyaratkan adanya krisis yang dialami dunia pendidikan kita dan
mengingatkan agar dilakukan penanganan yang serius. Sudahkah pendidikan
Indonesia berpijak pada landasan yang kuat?
Salah satu persoalan dasar pendidikan di
Indonesia selama ini adalah masih rendahnya mutu pendidikan. Sedangkan
rendahnya mutu pendidikan menurut banyak ahli antara lain disebabkan oleh
rendahnya kualitas pengelola pendidikan di Indonesia, baik guru maupun
pengelola lembaga pendidikan yang lain. Ditambah lagi kurangnya fasilitas di
banyak daerah menyebabkan ketimpangan pendidikan yang luar biasa.
Makalah berikut ini mengulas tentang gambaran
pendidikan di Amerika Serikat, yang mungkin bisa dijadikan sebagai inspirasi
untuk pengembangan pendidikan di tanah air.
B.
Rumusan Masalah
a.
Filosofi pendidikan di Amerika Serikat
seperti apa?
b.
Ideologi pendidikan di Amerika
Serikat seperti apa?
c.
Bagaimana kebijakan pendidikan di
Amerika Serikat?
d.
Bagaimana sistem pendidikan di Amerika
Serikat?
e.
Apa saja hal teknis lain mengenai
pendidikan di Amerika Serikat?
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Filosofi Pendidikan Amerika Serikat
Filsafat pada dasarnya merupakan pernyataan
secara sengaja tentang suatu kebudayaan tertentu, kekhususan pada
adat-istiadat, pola tingkah laku, ide-ide, maupun sistem nilai. Filsafat juga
bisa berarti sebagai suatu ekspresi atau interpretasi secara objektif tentang
watak nasional suatu bangsa. Amerika merupakan suatu negara yang dibentuk dari bangsa-bangsa asing
yang mendiaminya. Mereka secara sadar memilih menjadi warga negara Amerika.
Kondisi tersebut berbeda dengan bangsa-bangsa
lain di dunia, karena pada umumnya suatu negara dibentuk dari penduduk-penduduk
asli bangsanya. Perbedaan tersebut memicu berkembangnya 2 aliran filsafat yang
berlainan, yaitu Transcendentalisme dan Pragmatisme. Transcendentalisme[1]
mengekspresikan hal-hal yang berkenaan dengan kebudayaan, sedangkan Pragmatisme
merupakan suatu pemikiran yang berusaha membentuk Amerika yang hidup, dinamis,
dan progresif[2].
Kedua aliran filsafat tersebut saling tidak bersesuaian sehingga belum ada
kesepakatan tentang filsafat nasional Amerika. Meskipun demikian, kegiatan
pendidikan di Amerika tetap berpijak pada landasan kependidikan yang berupa
pemikiran kefilsafatan/keilmuwan/wawasan-wawasan lain.
Ada seperangkat nilai yang merupakan sumber perilaku dan sikap orang
Amerika yaitu:
1) berorientasi
pada prestasi kerja individual;
2)
bekerja atau melakukan kegiatan sebagai nilai kesusilaan;
3)
berorientasi pada efisiensi, nilai praktis, dan kegunaan;
4)
berorientasi pada masa yang akan datang sebagai suatu kemajuan, oleh karenanya
harus bekerja keras;
5)
percaya bahwa dengan rasionalitas dan ilmu pengetahuan orang akan dapat
menguasai lingkungan;
6)
berorientasi pada keuntungan material;
7)
berorientasi pada nilai kesamaan derajat di bidang kesempatan pada berbagai
bidang kehidupan;
8)
berorientasi pada kemerdekaan; dan
9)
berorientasi pada nilai kemanusiaan,dalam arti membantu yang lemah.
B. Ideologi Pendidikan di Amerika Serikat
Segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh sebuah negara sehingga tetap eksis
sebagai sebuah negara, tentu berlandas pada suatu dasar negara yakni Ideologi. Begitu
pula dengan Amerika Serikat, Amerika
Serikat tetap eksis sebagai sebuah Negara adalah karena tatanan hidup yang
mereka miliki. Sebuah tatanan hidup (Ideologi) untuk mengatur tiap-tiap aspek
kehidupan baik politik, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam hal ideologi, Amerika Serikat menganut
ideologi kapitalis. Kapitalisme, sebagai ideologi Amerika Serikat merupakan
ideologi yang menjadi motor pergerakan Amerika Serikat di kancah internasional.
Kapitalisme adalah sebuah ideologi yang lahir setelah keruntuhan paham
feodalisme yang diterapkan pada masa imperium Romawi abad 14-16M. Kapitalisme
merupakan ideologi yang dibangun berlandaskan sekularisme yakni pemisahan
campur tangan agama dari kehidupan. Sekularisme itu sendiri muncul karena
gerahnya rakyat Eropa karena sistem pemerintahan kerajaan yang dikendalikan
oleh doktrin-doktrin palsu gereja yang memicu munculnya gerakan-gerakan anti
agama.
Sistem pendidikan kapitalis masih
berdasarkan modal. Pendidikan dalam sistem kapitalisme dapat dinikmati oleh orang-orang yang hanya
memiliki uang atau modal saja, jika tidak mereka hanya bisa menghisap jari.
Sehingga orang-orang cerdas sebagian besar lahir dari orang-orang yang bermodal
tinggi. Teknologi canggih mampu dibangun oleh Negara Adidaya karena modal yang
mumpuni. Sistem pendidikan kapitalis yang berasas modal pun menjadikan
lembaga-lembaga pendidikan sebagai ladang bisnis bagi pemilik modal.
Pendidikan
sekular kapitalis melahirkan generasi yang meterialistik. Hidup hanya untuk
pemenuhan meteri. Kegersangan jiwa karena jauh dari agama merasuk para pemuda
dan masyarakat kapitalis. Dalam sistem pendidikan ini, Mata pelajaran Agama
hanya dapat ditemukan beberapa jam per minggu, bahkan dalam perkuliahan
pembelajaran agama hanya menjadi mata kuliah pilihan.
C. Kebijakan Pendidikan di Amerika Serikat
Kebijakan
(policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani,
yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan
berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang
sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha
mengejar tujuannya. Abidin menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah
yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat.
Kebijakan
adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang
bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata
nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota
organisasi atau anggota masyarakat dalam berprilaku. Kebijakan pada umumnya
bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan
Peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaptif dan interpratatif,
meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”.
Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri
lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai
kondisi spesifik yang ada.
Masih
banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan konsepsi tentang kebijakan.
Beberapa orang menyebut policy dalam sebutan kebijaksanaan, yang maknanya
sangat berbeda dengan kebijakan. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang
dimiliki oleh seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil
keputusan formal organisasi. Contoh kebijakan adalah : (1) Undang-Undang, (2)
Peraturan Pemerintah, (3) Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati,
dan (7) Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah
bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh ini juga
memberi pengetahuan pada kita bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat
makro, meso, dan mikro.
Pada
umumnya kebijakan pendidikan yang diambil di suatu negara cenderung dijadikan
alat intervensi negara kepada warga negaranya. Begitu pula yang terjadi di AS
pada kebijakan pendidikannya sejak tahun 1872. Pemerintah pernah membuat
kebijkaan pendidikan yang mengintervensi pendidikan sekolah yang diperuntukkan
bagi anak-anak, remaja dan kaum muda.
Di
AS bentuk intervensi tersebut adalah memberikan tanah negara kepada negara bagian
untuk pembangunan fakultas-fakultas pertanian dan teknik, sekolah dengan
program makan siang, menyediakan pendidikan bagi orang-orang Indian;
menyediakan dana pendidikan bagi para veteran yang kembali ke kampus untuk
menempuh pendidikan lanjutan; menyediakan pinjaman bagi mahasiswa; menyediakan
anggaran untuk keperluan penelitian, pertukaran mahasiswa asing dan bantuan
berbagai kebutuhan mahasiswa lainnya; serta memberikan bantuan tidak langsung
(karena menurut ketentuan Undang-Undang Amerika Serikat, pemerintah dilarang
memberikan bantuan langsung) kepada sekolah-sekolah agama dalam bentuk buku-buku
teks dan laboratorium.
Namun
semenjak masa Pemerintahan Presiden Ronald Reagen dan kesadaran AS sebagai
pelopor demokrasi sehingga diperlukan asas desentralisasi dalam pengambilan
kebijakan, intervensi Pemerintah Pusat AS terhadap pendidikan mulai dikurangi.
Selanjutnya tanggung jawab dan inisiatif kebijakan pendidikan diserahkan kepada
Negara Bagian (setingkat Propinsi) dan Pemerintah Daerah/Distrik (setingkat
Kabupaten/Kota). Di Amerika Serikat terdapat 50 Negara Bagian dan 15.358
Distrik. [3]
Kebijakan
pendidikan dibuat oleh federal, state, dan sekolah tingkat kabupaten; dan
dilaksanakan oleh superintendent atau pengawas. Nilai yang diperdebatkan di
bidang pendidikan ada empat, yaitu: (a)persamaan, bahwa setiap anak mendapat
kesempatan untuk belajar, (b)efisiensi, (c)otonomi, dan (d)berkualitas tinggi.
Dukungan politik harus selaras agar tujuan pendidikan tercapai, dan filosofinya
harus sama.[4]
Amerika
secara umum dikenal sebagai negara penganut demokrasi yang kokoh hingga
sekarang, demokrasi telah membentuk kesadaran untuk mengawasi dan membatasi
intervensi pemerintah pada sektor pendidikannya. Dalam hal ini pemerintah
Amerika menyerahkan wewenang kebijakan pendidikan pada negera federal.
Dan bentuk intervensi pemerintah pusat hanya sebatas kepemilikan tanah, modal
dan infrastruktur yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya.
Penyerahan kebijakan pada pemerintah federal terbukti berhasil meningkatkan
pendidikan para pelajar di Amerika sejak kepemimpinan Ronald Reagan.[5]
Lanjut Baca: Klik Disini
Lanjut Baca: Klik Disini