Rouf 'Azmi Unsur Budaya Dalam Masyarakat | Kumpulan Makalah Perkuliahan

Monday 11 March 2013

Unsur Budaya Dalam Masyarakat

Oleh : Afdhol Abdul Hanaf

A. UNSUR-UNSUR BUDAYA DALAM MASYARAKAT PEDUKUHAN PERENG DESA SENDANGSARI PENGASIH KULON PROGO
Di dalam tulisan ini, kelompok kami akan menyampaikan tujuh unsur budaya yang ada di pedukuhan Pereng desa Sendangsari kecamatan Pengasih kabupaten Kulon Progo. Dipilihnya tempat ini karena memang kebudayaan yang ada masih begitu kental dengan budaya jawa. Di antara unsur-unsur budaya tersebut adalah sebagai berikut :

a.       Kesenian
Berbagai macam kesenian di pedukuhan pereng ini begitu bervariasi, di antaranya kesenian jathilan, angguk, panjidur, wayang, kethoprak, klonengan dan lain sebagainya. Kesenian jathilan lebih tenar disebut sebagai kesenian kuda lumping. Sedangkan kesenian angguk dan panjidur merupakan seni tari yang dilakukan oleh sekitar 10 orang. Biasanya penari panjidur maupun angguk ini berjenis kelamin perempuan. Sedangkan klonengan merupakan seni musik yang mana alat musiknya menggunakan alat musik jawa seperti gong, kendang, dan lain-lain.

b.      Religi
Kondisi keagamaan di pedukuhan pereng ini masih terbilang kental dengan apa yang diajarkan oleh Walisongo. Bahkan makam sunan Gesing pun berada di desa ini, sehingga tidak mengherankan apabila ajaran-ajaran walisongo masih begitu kental untuk dilaksanakannya. Yang dimaksud dengan ajaran-ajaran tersebut adalah yasinan, tahlilan, tingkep, midodareni, mendhak, meling, nyewu, dan lain sebagainya.

c.       Mata Pencaharian
Mata pencaharian di dusun Pereng desa Sendangsari ini kebanyakan bekerja sebagai petani dan pedagang. Tanaman yang sering ditanam adalah padi, jagung, kacang, singkong, dan lain-lain. Sedangkan untuk pedagangnya banyak juga yang berdagang sayur-sayuran, buah-buahan, maupun berdagang ayam.

d.      Peralatan Hidup
Peralatan-peralatan yang ada di desa ini meliputi cangkul, sabit, dan serit untuk bertani, kendang, gong, dll untuk keseniannya. Sedangkan untuk peralatan masaknya masih cenderung menggunakan bahan-bahan yang berasal dari batu maupun tanah liat, seperti cobek, munthu, keren, dan lain sebagainya.

e.       Organisasi Sosial
Organisasi sosial yang ada di dusun pereng ini cukuplah memvasilitasi masyarakatnya. Di antara organisasi-organisasi tersebut adalah kelompok bapak-bapak, kelompok ibu-ibu, dan kelompok karang taruna. Untuk kelompok bapak-bapak ini biasanya berkumpul pada malam jum’at kliwon dengan melakukan dzikir bersama (tahlilan) dan arisan. Untuk kelompok ibu-ibu berkumpul setiap dua minggu sekali dan dilaksanakan pada hari minggu. Sedangkan untuk kelompok karang taruna ini beranggotakan pemuda-pemuda yang ada di pedukuhan pereng yang mana karang taruna ini bernamakan Persendhe. Pertemuan anggota persendhe ini dilakukan setiap dua minggu sekali pada malam minggu.

f.       Sistem Pengetahuan
Untuk sistem pengetahuan di dusun pereng belum begitu memuaskan. Hanya ada 3 lembaga yang mengembangkan pendidikan di dusun ini. Lembaga-lembaga tersebut adalah Pendidikan Paud, Taman Kanak-Kanak (TK), dan Sekolah Dasar (SD). Sedangkan untuk TPA-nya sudah tidak berjalan lagi. Kegiatan-kegiatan TPA hanya dilaksanakan pada saat bulan Ramadhan.

g.      Bahasa
Bahasa yang digunakan di dusun pereng lebih dominan menggunakan bahasa jawa. (basa ngoko, basa karma, dan karma inggil)

PERBEDAAN DEFINISI SENI BUDAYA ISLAM MENURUT QURAISY SHIHAB DAN SAYYED HUSSEIN NASR

a.       Seni Budaya Islam menurut Quraisy Shihab
Seni budaya Islam dipandang dari sisi kelebihannya adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan islam tentang alam, hidup, dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan (sesuai cetusan fitrah).[1] Sedangkan kekurangan dari pengertian yang disampaikan oleh Quraisy Shihab adalah bahwa pengertian ini memberikan keleluasaan yang mengakibatkan batasan antara yang boleh dengan yang tidak boleh masih samar dan tidak bisa ditentukan.

b.      Seni Budaya Islam menurut Sayyed Hussein Nasr
Seni budaya Islam dipandang dari sisi kelebihannya adalah keahlian mengekspresikan ide dan pemikiran estetika dalam penciptaan benda, suasana, ataupun karya yang mampu menimbulkan rasa indah dengan berdasar dan merujuk pada Al-Qur’an dan Assunnah.[2] Sedangkan kekurangan dari definisi yang disampaikan oleh Sayyed Hussein Nasr ini adalah bahwa beliau hanya merujuk kepada Al-Qur’an maupun Assunnah saja, padahal seni Islam bukan hanya bersumber pada kedua sumber utama agama islam saja, akan tetapi juga berkaitan erat dengan seni budaya yang berkembang di suatu masyarakat.

Dari perbandingan pemikiran Quraisy Shihab dan Sayyed Hussein Nasr mengenai seni budaya islam, dapat disimpulkan bahwa di pedukuhan Pereng desa Sendangsari Pengasih Kulon Progo ini lebih dekat dengan definisi yang disampaikan oleh Sayyed Hussein Nasr dan Quraisy Shihab. Hal ini dibuktikan dengan adanya yasinan, dzikir bersama (tahlilan), tingkep, dan lain sebagainya. Walaupun memang semua itu merupakan suatu ide dan pemikiran yang ada di masyarakat  (berkat walisongo), akan tetapi kegiatan-kegiatan itu pun juga tidak ada aturan langsung yang ada di dua sumber utama umat islam, yaitu Al-Qur’an dan Assunnah. Di samping itu dengan adanya kesenian panjidur, angguk, jathilan dan lain sebagainya membuktikan adanya kesenian dan kebudayaan yang tidak bertumpu pada Al-Qur’an maupun Assunnah.


[1] M. Quraish Shihab, “Islam dan Kesenian”, dalam Jabrohim dan Saudi Berlian (ed), Islam dan Kesenian, (Yogyakarta: MKM UAD Lembaga Litbang PP Muhammadiyah, 1995), hlm. 7 dan 193.
[2] Seyyed Hossein Nasr, “Spiritualitas dan Seni Islam”, terj. Sutejo, Islamic Art and Spirituality, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 14.

Ditulis Oleh : Abdur Rouf Hari: 7:51 pm Kategori:

Comments
0 Comments

0 comments: