Rouf 'Azmi Lanjut Baca [konseling Islam] | Kumpulan Makalah Perkuliahan

Wednesday 3 February 2010

Lanjut Baca [konseling Islam]

Baca Paragraf Sebelumnya: Klik Disini

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bimbingan
Secra etimologis kata bimbingan merupakan kata terjemahan dari bahasa inggris “guidance”. Kata “guidance”  adalah kata dalam bentuk masdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja “to guide” artinya menunjukkan, membimbing atau menuntun orang lain ke jalan yang benar.[1]
Jadi kata “guidance” berarti pemberian petunjuk; pemberian bimbingan atau tuntunan kepada orang lain yang membutuhkan. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun, walaupun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan.
Pengertian bimbingan dan bantuan menurut teminologi adalah suatu proses mmbantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.[2]
B.     Pengertian Konseling
Istilah konseling berasal dari kata “counseling” adalah kata dalam bentuk masdar dari “to counsel” secara etimologis berarti “to give advice” atau memberikan saran dan nasihat. Konsling juga memiliki arti memberikan nasihat; atau memberi anjuran kepada orang lain secara tatap muka (face to fae). Jadi, Counseling berarti pemberian nasihat atau penasihatan kepada orang lain secara individual yang diakukan dengan tatap muka (face to face)[3]. Pengertin konseling dalam bahasa Indonesia, juga dikenal dengan istilah penyuluhan.
C.     Pengertian Bimbingan dan Konseling Islami
Bimbingan dan Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan terarah dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimiliki secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nila yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. kedalam dirinya. Sehingga ia dapat hidup selaras sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.
Apabila proses internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Qur’an dan Hadits telah tercapai dan fitrah beragama telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan baik kepada Allah SWT., dengan manusia dan alam semesta sebagai manifestasi dari peranannya sebagai khalifah dimuka bumi yang sekaligus berfungsi untuk mengabdi kepada Allah SWT.[4]
D.    Dasar-dasar Bimbingan Konseling Islam
Al-Qur’an dan sunnah rasul adalah landasan ideal dan konseptual bimbingan konseling Islam. Dari kedua dasar tersebut gagasan, tujuan dan konsep-konsep bimbingan konseling Islam bersumber. Segala usaha atau perbuatan yang dilkukan manusia selalu membutuhkan adanya dasar sebagai pijakan untuk melangkah pada suatu tujuan, yakni agar orang tersebut berjalan baik dan terarah. Begitu juga dalam melaksanakan bimbingan Islam didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Hadits, baik yang mengenai ajaran memerintah atau memberi isyarat agar memberi bimbingan dan petunjuk.
Menurut konsep konseling, manusia itu pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi dan makhluk sosial. Ayat-ayat al-Qur’an menerangkan ketiga komponen tersebut. Disamping itu al-Qur’an juga menerangkan bahwa manusia itu merupakan makhluk religius dan ini meliputi ketiga komponen lainnya, artinya manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan tidak terlepas dari nilai-nilai manusia sebagai makhluk religius.
1.      Manusia Sebagai Makhluk Biologis
Menurut konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan ayat-ayat al-Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Potensi nafsu ini berupa al-hawa dan as-syahwat. Syahwat adalah dorongan seksual, kepuasan-kepuasan yang bersifat materi duniawi yang menuntut untuk selalu dipenuhi secara cepat dan memaksakan diri serta cenderung melampaui batas (Ali Imron:14, al-A’raf:80 dan an-Naml:55). Al-hawa adalah dorongan-dorongan tidak rasional sangat mengagungkan kemampuan dan kepandaian diri sendiri, cenderung membenarkan segala cara, tidak adil yang terpengaruh oleh kehendak sendiri, rasa marah atau kasian, hiba atau sedih, dendam atau benci yang berupa emosi atau sentimen. Dengan demikian orang yang selalu mengikuti al-hawa ini menyebabkan dia tersesat dari jalan Allah.(an-Nisa:135, Shad:26 dan an-Nazi’at:40-41).
2.      Sebagai Makhluk Pribadi
Menurut konsep konseling yang dikemukakan dalam terapi terpusat dalam pribadi, terapi realita dan terapi eksistensial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian pokok sebagai berikut: (1) memiliki potensi akal untuk berfikir rasional dan mampu menjadi hidup sehat, kreatif, produktif dan efektif, tetapi juga ada kencenderungan berfikir tidak rasional (al-Baqarah:164, al-Hadid:17 dan al-Baqarah:242); (2) memiliki kesadaran diri (al-Baqarah:9 dan 12); (3) memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab (Fushilat:40, al-Kahfi:29, dan al-Baqarah:256); (4) merasakan kecemasan sebagai bagian dari kondisi hidup (al-Baqarah:155); (5)  selalu terlibat dalam proses aktualisasi diri (ar-Ruum:30, al-A’raf:172-174, al-An’am:74-79, Ali-Imran: 185, an-Nahl:61, dan An-Nisa:78).
3.      Sebagai Makhluk Sosial
Menurut konsep konseling, seperti yang diungkapkan dalam terapi adler, terapi transaksional. Manusia sebagai makhluk social memiliki sifat dan ciri-ciri pokok sebagai berikut: (1) manusia merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan dan juga sebagai produser terhadap lingkungannya; (2) perilaku sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua; (3) keputusan awal dapat dirubah atau ditinjau kembali; (4) selalu terlibat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cintaa kasih dan kekeluargaan (al-Hujarat:13, ar-Ra’du:21 dan an-Nisa:1).
4.      Sebagai Makhluk Religius
Konsep konseling tidak ada yang menerangkan manusia sebagai makhluk religious. Sebagai makhluk religious manusia lahir sudah membawa fitrah, yaitu potensi nilai-nilai keimanan dan nilai-nilai kebenaran hakiki. Fitrah ini berkedudukan di kalbu, sehingga dengan fitrah ini manusia secara rohani akan selalu menuntut aktualisasi diri kepada iman dan taqwa dimanapun manusia berada (ar-Ruum: dan al-A’raf:172-174)
E.     Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
a.       Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam
Fungsi bimbingan dan konseling Islam ditinjau dari kegunaan atau manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi bimbingan dan konseling Islam dikelompokkan menjadi empat[5] :
1)     Fungsi preventif : yakni membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
2)     Fungsi kuratif atau korektif : yakni membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.
3)     Fungsi preservatif : yakni membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) yang telah menjadi baik (terpecahkan) itu kembali menjadi tidak baik (menimbulkan masalah kembali.
4)     Fungsi developmental atau pengembangan ; yakni membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya.
b.      Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Tujuan umum bimbingan dan konseling Islami secara implisit sudah ada dalam batasan atau definisi bimbingan dan konseling Islam, yakni yang ingin dicapai dengan bimbingan dan konseling ialah mewujudkan individu menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Tujuan bimbingan dan konseling Islam yang dikemukakan oleh M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky adalah sebagai berikut :
1)      Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak, dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik hidayah Tuhannya (mardhiyah).
2)      Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial, dan alam sekitaranya.
3)      Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong, dan rasa kasih sayang.
4)      Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya.
Sedangkan dalam bukunya bimbingan dan konseling dalam islam, Aunur Rahim Faqih membagi tujuan Bimbingan dan Konseling islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus.[6]
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah (1) membantu individu agar tidak menghadapi masalah; (2) membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya; (3) membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau  menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
Salah satu tokoh dalam Islam yang membahas tentang problematika jiwa adalah Al-Ghazali. Ia secara terperinci telah menjelaskan tentang jiwa dan bagaimana mengobati problematika yang berkaitan dengan jiwa. Kedua masalah tersebut dibahas dalam bab keajaiban hati dan riyâdhah al-nafs. Di dalam kajian tersebut Al-Ghazali tidak hanya menjelaskan tentang perilaku manusia, tetapi juga memberikan terapi penanggulangan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perilaku manusia.
F.      Urgensi Bimbingan Konseling Islam dalam Pembelajaran
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling disekolah/madrasah, bukan terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, social, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becaming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam arus linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis, maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan ang terjadi itu sulit diprediksi, atau diluar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli,seperti terjadinya stagnasi (kemandekan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti maraknya tayangan televisi dan media-media lain, penyalahgunaan alat kontraspsi, ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, dan dekandensi moral orang dewasa ini mempengaruhi perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti pelanggaran tata tertib, pergaulan bebas, tawuran, dan kriminalitas.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti yang disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu efektif dan ideal adalah pendidikan yang tidak mengesampingkan bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administrative dan instruksional dengan mengabaikan bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.
Dengan dasar itulah bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam pembentukan sosok peserta didik yang dicita-citakan seperti yang dicantumkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, yaitu:
1.      beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa
2.      berakhlak mulia
3.      memiliki pengetahuan dan keterampilan
4.      memiliki kesehatan jasmani dan rohani
5.      memiliki kepribadian yang mantap dan kebangsaan
6.      memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan itu bimbingan konseling disekolah di orientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, belajar dan karir, atau terkait dengan perkembangan konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial dan spiritual).[7]

BAB III
KESIMPULAN
Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
Tujuan BK islan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah(1) membantu individu agar tidak menghadapi masalah; (2) membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya; (3) membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau  menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
§  Arifin, M. 1979. Pokok-pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
§  Hallen A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Quantum Teaching.
§  Hasyim, Farid. 2010. Bimbingan dan Konseling Religius. Yogyakarta: Ar-ruzz media.
§  Munir Amin, Samsul. 2010. Bimbingan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.
§  Rahim Faqih, Aunur. 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jakarta: UII press.



[1] Drs. H.M. Arifin, M.Ed., Pokok-pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hlm.,18.
[2] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Bimbingan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hlm.,4
[3] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Bimbingan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hlm.,10
[4] Dra. Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Quantum Teaching, 2005, hlm.,16-17
[5] Dr. H. Farid Hasyim, M.Ag, Bimbingan dan Konseling Religius, Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010, hlm., 60
[6] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Jakarta: UII press, 2001,  hlm., 35-36
[7] Direktorat jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikandepaartemen pendidikan nasional, rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. 2007 Hal. 15

Ditulis Oleh : Abdur Rouf Hari: 1:46 pm Kategori:

Comments
0 Comments

0 comments: