Rouf 'Azmi Lanjut Baca [pemikiran al-gazhali] | Kumpulan Makalah Perkuliahan

Wednesday 3 February 2010

Lanjut Baca [pemikiran al-gazhali]

Baca Paragraf Sebelumnya: Klik Disini
  1. Aspek Pendidikan Keimanan
Al-Ghazali mengatakan, “Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui kebenarannya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota.” Dari definisi tersebut dapat ditarik tiga unsur yakni ucapan dari lidah atau mulut, kedua pembenaran hati, dan ketiga amal perbuatan. Adapun perihal penanaman akidah tersebut merupakan masalah pendidikan, perasaan, dan jiwa, bukan pada akal pikiran. Jiwa telah ada dan melekat pada diri anak sejak kelahirannya, sehingga penanaman keimanan dan akidah tauhidnya harus dilakukan sejak awal masa pertumbuhannya.
Terkait dengan permasalahan cara memperteguh iman dapat melalui tiga unsur yang terdapat dalam pengertian iman itu sendiri. Yakni pertama, dibaca dan diucapkan dengan lisan atau bahkan dihafalkan ayat-ayat ataupun hadis yang berhubungan erat dengan keimanan. Kedua, memahami pengertiannya dan mencamkan dalam pikirannya kemudian mengakui kebenarannya dalam hati, agar meresap sedalam-dalamnya. Dan yang ketiga, mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, terutama dalam rangka beribadah kepada Allah.
Al-Ghazali juga menyarankan agar mendidik dan meningkatkan keimanan seorang anak dengan cara yang halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan ataupun debat, sehingga anak dapat menerimanya dengan mudah dan juga senang hati.
  1. Aspek Pendidikan Akhlak
Akhlak merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang paling banyak mendapatkan perhatian, pengkajian, dan penelitian oleh Al-Ghazali. Hal itu dikarenakan berkaitan erat dengan perilaku manusia. Ia berusaha untuk mengarahkan manusia menjadi berakhlak dan bermoral. Sebelum anak mampu berfikir logis dan memahami hal-hal yang abstrak, serta belum mampu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk (tamyiz), mana yang benar dan mana yang salah, maka pemberian contoh, pelatihan, dan pembiasaan memiliki peran yang penting dalam pembinaan pribadi anak. Hal tersebut dikarenakan masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik dalam menanamkan dasar-dasar pendidikan akhlak.
Metode mendidik akhlak pada anak dapat dilakukan dengan metode memberikan contoh, latihan dan pembiasaan (drill). Kemudian nasihat dan anjuran sebagai alat pendidikan dalam rangka membina kepribadian anak sesuai dengan ajaran Islam.
  1. Aspek Pendidikan Akliah
Menurut Al-Ghazali akal adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan tempat terbit dan sendi-sendinya. Ilmu pengetahuan itu berlaku dari akal, sebagaimana berlakunya buah-buahan dari pohon, sinar dari matahari dan penglihatan dari mata.6 Akal adalah sumber pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan. Akal-lah yang digunakan untuk menemukan dan menciptakan alat yang berguna untuk menyelesaikan problem-problem dalam kehidupan manusia.
Pelaksanaan pendidikan akliah ditujukan untuk mengembangkan inteligensi manusia secara optimal, cakap mempergunakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dan memberikan pedoman pada segala macam perbuatan manusia. Mempelajari dan memperoleh ilmu pengetahuan dapat ditempuh melalui berbagai macam cara, siantaranya dengan melakukan percobaan, pengalaman, penelitian dan mempelajari kondisi keadaan sekitarnya. Segala yang muncul di alam merupakan ayat-ayat kauniyah yang menjadi tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa kita dianjurkan untuk berfikir dan mengadakan penelitian sehingga kita mampu menemukan berbagai ilmu pengetahuan di abad modern ini.
Akal pikiran tidak akan menjadi cerdas dan berguna selama akal pikiran tersebut tidak dipergunakan dan bahkan ditantang dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Tanpa kita sadari, sejatinya antara berfikir, ilmu pengetahuan, dan amal perbuatan tersebut terdapat hubungan saling ketergantungan dan juga saling melengkapi. Pelaksanaan pendidikan akliyah tersebut dapat dilakukan dengan cara :7
  1. Mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan sedalam-dalamnya dan menguasainya secara intens.
  2. Mengadakan pengamatan, penelitian dan tafakur terhadap alam semesta dengan berbagai macam kegiatan, baik oleh anak maupun dewasa.
  3. Mengamalkan semua ilmu pengetahuan yang telah diperoleh untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia dan untuk pengabdian atau kepentingan peribadatan.
  1. Aspek Pendidikan Sosial
Secara sosiologis manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri dan terpisah dari manusia yang lain. Manusia akan selalu hidup dalam kelompok dan saling menguntungkan. Dalam hal pendidikan sosial bagi anak, Al-Ghazali memberikan petunjuk bagi para pendidik baik orangtua maupun guru yakni :8
  1. Menghormati dan patuh pada kedua orang tua dan orang dewasa lainnya.
Anak akan belajar untuk berlaku sopan santun, ramah tamah, saling menghormati, taat dan patuh serta dapat menghargai pendapat dan pembicaraan orang lain, atau sifat-sifat mulia lainnya.
  1. Merendahkan diri dan lemah lembut
Anak yang memiliki sikap merendahkan diri dan lemah lembut akan disenangi oleh teman dalam pergaulannya, sehingga mereka dapat saling merasakan kegembiraan.
  1. Membentuk sikap dermawan
Rasa sosial dan suka memberi harus ditanamkan sejak kecil. Adapun penanaman sikap dermawan tersebut dapat dilakukan dengan cara latihan, teladan, atau melalui cerita-cerita.
  1. Membatasi pergaulan anak
Bergaul terhadap anak yang dimanjakan dengan berbagai kemewahan akan menimbulkan dampak yang negatif, dikarenakan dalam usia anak-anak sifatnya masih senang menirukan apa yang ada disekelilingnya. Pokok dari mendidik anak ialah mengawasi pergaulan anak dengan sebaik-baiknya dikarenakan lingkungan pergaulan sangan berpengaruh terhadap perilaku anak.
  1. Aspek pendidikan Jasmaniah
Aspek jasmaniah merupakan salah satu dasar pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Karena akal dan jiwa yang sehat terdapat pada jasmani yang sehat pula. Tujuan dari pendidikan jasmani adalah untuk mengadakan keselarasan antara jiwa dan raga, antara jasmani dan rohani, sehingga bukan semata-mata hanya untuk kesehatan jasmaninya. Adapun pendidikan jasmani tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Kesehatan dan kebersihan
Al-Ghazali memandang kebersihan sebagai salah satu faktor dalam kesehatan. Oleh karena itu pendidikan jasmani seharusnya juga harus memberikan perhatiannya terhadap kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal dan lingkungan sekitar.
  1. Membiasakan makan suatu makanan yang baik, sekedar mencukupi kebutuhan badan dan menguatkan
Makan dan minum adalah sarana untuk memperkuat jasmani dan juga untuk menyegarkannya. Sehingga dengan kekuatan tubuhnya tersebut seseorang dapat melaksanakan perbuatan yang baik dan terpuji, serta untuk beribadah kepada Allah SWT. Akan tetapi tidak diperbolehkan makan dan minum yang berlebihan dan juga tidak terlalu kekurangan, karena hal itu tidak baik bagi jasmani.
  1. Bermain dan berolah raga
Tujuan permainan menurut Al-Ghazali yakni untuk penyegaran otak dan mencari kesenangan. Adapun syarat dari permainan itu harus dengan cara yang sopan, seduai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat, kemudian alat yang digunakan haruslah disesuaikan dengan perkembanangan usia anak. Sehingga fungsi jasmani dan rohani dapat berkembang dengan optimal dan sesuai dengan minat dan bakat serta mampu mengembangkan daya imajinasi, fantasi dan kreasi anak. Dalam bermain dan olah raga ini pula anak didik dibina dan dikembangkan sifat-sifat yang baik dan mulia yakni disiplin, jujur, sportif, tanggung jawab dan juga semangat untuk bekerjasama.

  1. PENDIDIK
Al Ghazali tidak pernah menggunakan istilah-istilah guru dan murid dalam arti keahlian atau akademis yang tegas. Di dalam beberapa risalah Filsafat Ghazali, Guru atau ulama berarti seseorang yang memberikan hal apapun yang bagus, positif, kreatif atau bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat kehidupannya yang manapun, dengan jalan apapun, dengan cara apapun, tanpa mengharapkan uang kontan atau balasan apapun yang setimpal. Begitu pula istilah pelajar atau murid, yaitu siapa saja yang mempelajari ilmu pengetahuan, berapapun usianya, dari manapun, dalam bentuk apapun, dengan biaya apapun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.9
Menurut Beliau, pada dasarnya ilmu pengetahuan seharusnya diberikan dan diterima untuk ilmu pengetahuan itu sendiri bukan untuk keuntungan duniawi. Karena, satu-satunya tujuan pendidikan adalah pencerahan diri dan menyadari Tuhan dengan ketentuan Al Qur’an dan Hadits. Seorang guru atau ulama adalah orang yang menunjukkan dan membimbing muridnya ke arah cita-cita luhur pendidikan untuk dicapainya.
Menurut pandangannya, kedudukan guru sangat mulia dan tidak pernah berkurang, walaupun di dalam memperoleh ilmu pengetahuan seorang pelajar melampaui gurunya. Justru satu-satunya kebahagiaan bagi seorang guru adalah melihat muridnya berkembang melebihinya di dalam segala bidang kehidupan.
Seorang guru yang tidak mementingkan diri sendiri diibaratkan bagaikan bunga mawar yang penuh dengan keharuman dan menyebarkannya kepada oranglain juga. Guru yang kikir dalam memberikan apa saja kepada orang-orang yang berhak menerima adalah seorang yang pelit intelektual dan dengan tidak mengajarinya berarti dia melakukakn kejahatan kemanusiaan.
Ada 8 dasar pendidikan menurut Al Ghazali10 yang terkait dengan guru, antara lain :
  1. Guru hendaknya mengolah rasa empati, imajinasi terhadap orang-orang yang diajarinya.
  2. Mengajari dan mengasuh muridnya seolah-olah mereka adalah anak kandungnya sendiri.
  3. Mengubah dengan cepat cara pandang murid terhadap kehidupan di dalam gaya moral, intelektual dan rohaniah.
  4. Mengarahkan murid dalam matapelajaran dengan cinta, simpati dan perhatian
  5. Dalam mengajarkan ilmu tertentu, guru tidak memandang remeh pentingnya kemampuan ilmu pengetahuan yang lain.
  6. Dalam berbicara hendaknya memperhatikan tingkat kecerdasan muridnya
  7. Memperlakukan murid yang tumpul dengan cara sedemikian rupa supaya dia tidak canggung dalam kelompok teman-temannya.
  8. Bijaksana dan adil kepada semua muridnya.
Selain 8 point di atas, hendaknya guru menampilkan dirinya sebagai model berbagai kebaikan moral kepada muridnya. Kerusakan tabiat dan sifat guru akan menjadi kemalangan bagi muridnya.
Menurut Al Ghazali, dalam pendidikan Islampun metode pendidikan haruslah menekankan pada perbaikan sikap dan tingkahlaku para pendidik dalam mendidik. Yaitu seperti :
  1. Guru harus bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri.
  2. Guru tidak usah mengharapkan upah dari tugas pekerjaannya.
  3. Guru harus menasehati muridnya.
  4. Guru harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat.
  5. Guru harus memberi contoh yang baik
  6. Guru harus mengajarkan sesuai tingkat kemampuan akal anak didik.
  7. Guru harus mengamalkan ilmunya.
  8. Guru harus dapat memahami jiwa anak didiknya.
  9. Guru harus dapat mendidik keimanan ke dalam pribadi anak didiknya.
Dengan demikian, jelaslah kepada kita bahwa metode pendidikan yang harus dipergunakan oleh para pendidik/pengajar adalah yang berprinsip pada child centered yang lebih mementingkan anak didik daripada pendidik sendiri. Di sini pendidik dilarang keras otoriter.


  1. PANDANGAN AL GHAZALI TERHADAP MURID
Al-Ghazali memandang bahwasanya menuntut ilmu pengetahuan merupakan sebagai suatu ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.11 Maka bagi seorang yang menuntut ilmu(murid) dikehendakilah memiliki etika dan hal-hal yang harus dilakukan sebagai berikut:12
  1. Seorang pelajar harus membersihkan jiwanya terlebih dahuludari akhlak yang buruk (tercela). Hal ini didasarkan atas ilmu sebagai ibadah hati yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  2. Seorang pelajar hendaknya tidak banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi. Harulah sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, bahkan ia harus jauh dari keluargan dan kampung halaman. Ketika seorang murid melakukan hal-hal yang tidak ada hubunganya dengan ilmu, maka hilanglah semnagat untuk menuntut ilmudan tujuanya tidak tercapai.
  3. Seorang pelajar tidak boleh menyombongkan diri atas ilmu yang dimilikinya dan jangan memerintah guru, karena gurulah yang memberikan petunjuk ilmu dan menjaga dari celaka.
  4. Bagi murid pemula dialarang untuk mendalami perbedaan pendapat para ulama, karena hal ini dapat menimbulkan prasangka buruk, keragu-raguan, dan kurang percaya dengan kemampuan guru.
  5. Pelajar jangan berpindah dari suatu ilmu kepada cabang-cabangnya kecuali setelah ia memahami pelajaran-pelajaran sebelumnya.
  6. Dalam memahami ilmu seorang murid jangan hanya memahami satu jenis ilmu saja, tetapi juga ilmu-ilmu yang lain, dan dimulai dari ilmu yang paling penting baru mendalami ilmu tertentu.
  7. Seoarang pelajar diminta untuk memahami hal-hal yang menyebabkan kemuliaan ilmu, dalam memahaminya hal ini Al-Ghazali memebrikan dua cara yaitu melalui buah ilmu itu sendiri, dan yang kedua yaitu kekuatan dalil dan pendukung lainya.
  8. Dalam mencari ilmu seorang pelajar haruslah didasarkan pada upaya untuk menghias batin dan mempercantiknya dengan berbagai keutamaan seperti berperilaku terpuji untuk mencapai kehidupan akhirat, buakan tujuan duniawi.
  9. Seorang pelajar harus mengetahui hubungan macam-macam ilmu dan tujuan. Oleh sebab itu setiap pelajar harus menemukan maksud dan tujuan ilmu, yang paling terpenting adalah memilih ilmu yang dapat membuat kita sampai pada tujuan/maksud tersebut. Jika maksudnya adalah untuk mendapatkan kebahagiaan kehidupan di akhirat, maka ilmu yang harus dipelajari adalah ilmu-ilmu akhirat.
  10. Merasa satu kesatuan banguan dengan murid yang lainya sehingga terwujudnya suatu keaadaan yang saling menyayangi, tolong-menolong, dan kasih sayang.
Dari beberapa hal tersebut diatas murid nampaknya masih dilihat dari perspektif tasawuf/sufistik yang memempatkan murid sebagaimana murid tasawuf dihadapan gurunya.13 Seperti terlihat pada keharusan niat mencari ilmu semata-mata untuk beribadah kepada Allah dan memuliakan dunia akhirat.

  1. PENGERTIAN KURIKULUM PENDIDIKAN MENURUT AL GHAZALI
Secara tradisional, kurikulum berarti mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik untuk menanamkan sejumlah pengetahuan agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Kurikulum tersebut disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.14
Kurikulum pendidikan mencakup tiga segi, yaitu jasmaniyah, ‘aqliyah dan akhlaqiyah, serta asas-asas dan prinsip-prinsip yang dipakai untuk mendidik anak. Juga didalam kurikulum itu dijelaskan bahan-bahan pelajaran yang harus diajarkan, metoda-metoda penyajian bahan ajar. Secara garis besar kurikulum pendidikan anak diuraikan sebagai berikut:
  1. Pendidikan Anak Dimulai Sejak Lahir
Al-Ghazali berpendapat bahwa seharusnya seorang anak harus diasuh oleh seorang perempuan yang shalihah dan dapat menjaga diri. Beliau menganjurkan agar anak dididik sejak dini, karena jika diawal masa pertumbuhan anak mengabaikan pendidikan, maka anak akan dikalahkan oleh keburukan akhlak yang penuh dengan kebohongan dan kedengkian israf (dekadensi), suka mengumpat, banyak menuntut sesuatu, penuh dengan tipu daya dan kegila-gilaan (craziness) dan lain-lainnya.
  1. Disiplin Pribadi Merupakan Asas Pendidikan Akhlak
Hendaknya para pendidik mengikuti sistem pendidikan berdasarkan atas kaidah membiasakan anak dengan berdisiplin pada waktu. Tujuannya ialah agar menumbuhkan jasmaniah anak kuat dan mampu menanggung kesulitan hidupnya. Dari pendapat al-Ghazali tersebut, hal ini sesuai dengan yang dikehendaki oleh pendidikan modern dan pendidikan militer sekarang agar anak-anak memiliki sifat-sifat yang khas dan menjadi generasi muda-mudi yang sehat dan kuat.
  1. Bahan-Bahan Yang Diajarkan Dalam Kuttab-Kuttab Untuk Mendidik Akal
Terdiri dari :
  1. Al-Quranul Karim
  2. Hadist-hadist tentang cerita atau hikayat-hikayat orang-orang baik (saleh) agar anak mencintai orang saleh sejak waktu kecilnya
  3. Memberikan hafalan syair-syair yang menyentuh rasa rindu dan antusias anak terhadap nilai pendidikan.
  1. Pendidikan Jasmani
Al-Ghazali secara khusus memperhatikan pendidikan jasmani, karena dapat memperkuat jasmani seorang anak, serta menumbuhkan kecekatan dan kegairahan hidup. Menurut pendapat beliau bahwa anak diijinkan untuk bebas bermain setelah pulang sekolah, untuk beristirahat setelah pulang sekolah, tetapi jangan lelah lantaran bermain. Karena, melarang anak untuk bermain dan menegkang untuk terus belajar akan mematikan hati anak; dan menghilangkan kecerdasan, serta mempersulit kehidupannya.
  1. Pendidikan Akhlak
Menurut al-Ghazali mendidik akhlak anak merupakan pekerjaan yang bernilai tinggi dan paling penting, karena beliau memandang bahwa anak merupakan amanat Allah bagi orang tuanya, dimana hatinya bersih suci. Hendaknya seorang pendidik mampu mengembangkan dan memotivasi anak untuk berani berbuat baik dan berakhlak mulia. Dalam hal ini, beliau menyarankan hendaknya seorang anak dipuji dan diberi hadiah (rewards) yang menyenangkannya,dan disanjung dihadapan orang banyak. Hendaknya jangan mengobral celaan terhadap anak akan tetapi hendaknya membuat anak kapok (jera) atas kesalahannya (dosa).15
Pandangan al-Ghazali tentang kurikulum dapat dipahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan kepada yang terlarang dan yang wajib dipelajari oleh peserta didik menjadi tiga kelompok, yaitu:
  1. Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit. Ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia di dunia ataupun di akhirat, misalnya ilmu sihir, ilmu nujum dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat dan akan meragukan terhadap kebenaran adanya Tuhan. Oleh karena itu, ilmu ini harus dijauhi.
  2. Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit. Misalnya ilmu tauhid atau ilmu agama. Ilmu tersebut bila dipelajari akan membawa seseorang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan kebusukan serta dapat mendekatkan diri pada-Nya.
  3. Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam terlalu dalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad (meniadakan Allah) seperti halnya ilmu filsafat.16









DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin. 1997.Filsafat Pendidikan Islam 1.Jakarta:Logos Wacana Ilmu.
Aljumbulati, Ali & Abdul Futuh. 1994.Perbandingan Pendidikan Islam.Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Ihsan, Hamdan & Fuad Ihsan.1998.Filsafat Pendidikan Islam (untuk fakultas tarbiyah komponen MKK)Bandung:Pustaka Setia.
Nata, Abiddin. 2001.Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dan Murid Studi Pemikiran Al-Ghazali.Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Asari, Hasan.1999.Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan Al Ghazali.Yogyakarta:Tiara Wacana.
1  Abudin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 162.
2  Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan Al Ghazali, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hal. 119.
3  Abudin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 162.
4  Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan Al Ghazali, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hal. 120.
5  Ibid., hal. 121.
6  Hamdan Ihsan, Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam (untuk fakultas tarbiyah komponen MKK). Pustaka setia.Bandung.1998. hlm.251
7  Hamdan Ihsan, Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam (untuk fakultas tarbiyah komponen MKK). Pustaka setia.Bandung.1998. hlm.254
8  Hamdan Ihsan, Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam (untuk fakultas tarbiyah komponen MKK). Pustaka setia.Bandung.1998. hlm.257-259
9  Prof. Dr. Shafique Ali Khan. Ghazali’s Philosophy of Education ( Filsafat Pendidikan Al Ghazali; Gagasan Konsep Teori dan Filsafat Ghazali Mengenai Pendidikan, Pengetahuan dan Belajar). Bandung : CV Pustaka Setia. hlm 62.
10  ., Ibid hlm. 107-108
11  Abuddin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1.(Jakarta.Logos Wacana Ilmu.1997).Hal.165
12  Abiddin Nata. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dan Murid Studi Pemikiran Al-Ghazali.(Jakarta.Raja Grafindo Persada.2001).Hal.106-108.
13  Abuddin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1.(Jakarta.Logos Wacana Ilmu.1997).Hal.166
14  Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997, halm.166
15  Ali Aljumbulati, Abdul Futuh, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: PT.Rineka Cipta,1994. Halm.148
16  Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997, halm.167


Ditulis Oleh : Abdur Rouf Hari: 3:07 pm Kategori:

Comments
0 Comments

0 comments: