Oleh: Ahmad Zumaro, Dkk
- PERANAN PENDIDIKAN
Al
Ghazali termasuk kedalam kelompok sufistik yang banyak menaruh
perhatian yang besar teerhadap pendidikan, karena pendidikanlah yang
banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan kehidupannya.
Dalam masalah
pendidikan Al Ghazali lebuh cenderung berpaham empirisme. Hal ini
antara
lain disebabkan
karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik.
Menurutnya seorang anak tergantung kepada orangtua dan anaknya yang
mendidiknya. Hati seorang anak itu bersih, murni, laksana permata
yang amat berharga, sederhana dan bersih dari gambaran apapun. Hal
ini sejalan dengan pesan Rasulullah SAW yang menegaskan:
“Setiap
anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtuanyalah yang
menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nashrani atau Majusi”
(HR. Muslim)
Sejalan
dengan hadist tersebut, Al Ghazali mengatakan jika anak menerima
ajaran dan kebiasaan hidup yang baik, maka anak itu menjadi baik.
Sebaliknya jika anak itu dibiasakan
melakukan perbuatan buruk dan dibiasakan kepada hal yang jahat, maka
anak itu akan berakhlak jelek. Pentingnya pendidikan ini didasarkan
pada pengalaman hidup Al Ghazali sendiri, yaitu sebagai orang yang
tumbuh menjadi ulama besar yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan,
yang disebabkan karena pendidikan1.
- TUJUAN PENDIDIKAN
Setelah
menjelaskan peranan pendidikan sebagaimana diuraikan diatas, Al
Ghazali lebih lanjut menjelaskan tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan bisa dibagi menjadi dua,
yaitu; Tujuan
Religious
dan Tujuan
Non
Religious2.
Dalam kerangka teori Al Ghazali tujuan religious mendapat perhatian
yang lebih besar dibanding dengan tujuan non religious. Tujuan non
religious diposisikan sekunder, dan secara umum dianggap kurang
bernilai.
Menurutnya
tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah bukan
untuk mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau mendapatkan
kedudukan yang menghasilkan uang3.
Meskipun kajian-kajian keagamaan bisa
membantu seseorang mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, seperti
jabatan, pengaruh, kekuasaan dan kekayaan, Al Ghazali dengan tegas
menyatakan bahwa itu semua tidak boleh dijadikan sebagai tujuan dalam
mempelajari ilmu-ilmu agama. Seseorang tidak semestinya menekuni
ilmu-ilmu tafsir, hadis, fiqh atau ushul fiqh dengan niat memperoleh
sukses duniawi atau material4.
Persoalannya
berbeda ketika yang dibicarakan adalah pendidikan dibidang ilmu-ilmu
non agama. Al Ghazali secara eksplisit menyatakan bahwa seseorang
boleh mempelajari ilmu-ilmu semacam kedokteran dan matematika untuk
tujuan material dan prestise. Sepanjang berkaitan dengan kepentingan
agama, kajian-kajian ilmu-ilmu non agama haruslah ditujukan untuk
melayani agama dan membantu masyarakat menjalankan agamanya secara
mudah. Sehingga, meskipun seseorang dibenarkan menuntut ilmu-ilmu non
agama untuk tujuan material, ia berkewajiban memanfaatkan harta
material yang diperolehnya dengan cara-cara yang dibenarkan agama5.
Dibidang
ilmu-ilmu sufi, jelas bahwa tujuan utama pendidikan adalah pencapaian
pengetahuan spiritual yang hanya mungkin terjadi bila hati telah
sepenuhnya bersih dari kecenderungan buruk. Sementara sifat dari
pengetahuan spiritual ini bisa
berbeda-beda, dan masing-masing orang bisa
mencapai tingkatan yang berbeda pula, namun jelas bahwa tujuan akhir
dari kajian sufi hanya ada di akherat.
Ringkas
kata meski tujuan pendidikan bisa
bervariasi dalam berbagai tingkatannya, pada akhirnya semua harus
bermuara pada satu tujuan puncak, yaitu Allah SWT.
- ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
Salah satu keistimewaan Al-Ghazali adalah ia
memiliki pemikiran dan pandangan luas mengenai aspek-aspek
pendidikan. Dalam artian bukan semata-mata hanya sekedar memperluas
aspek akhlak saja. Akan tetapi konsep pendidikan yang dikembangkan
oleh Al-Ghazali berprinsip pada pendidikan manusia seutuhnya. Adapun
aspek-aspek pendidikan menurut Al-Ghazali tersebut adalah :
Lanjut Baca: Klik Disini
Lanjut Baca: Klik Disini