A. Teori-Teori
Kepemimpinan
Saat ini masih banyak penelitian dan
diskusi yang dilakukan untuk mencari penjelasan atas esensi dari kepemimpinan.
Awalnya, teori-teori kepemimpinan berfokus pada kualitas apa yang membedakan
antara pemimpin dan pengikut (leaders and
followers), sementara teori-teori selanjutnya memandang variabel lain
seperti faktor-faktor situasional dan tingkat keterampilan individual.[1]
1. Teori
Genetis (The Great Man Theory)
Teori
ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great
leader) dilahirkan, bukan dibuat (leader
are born, not made)[2]. Teori ini dilandasi oleh keyakinan
bahwa pemimpin merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan
dilahirkan dengan kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir, dan ditakdirkan
menjadi pemimpin. Orang yang memiliki kualitas tersebut diatas adalah pemimpin
yang sukses, disegani bawahannya, dan menjadi “pemimpin besar”. Pemimpin di
bidang politik yang masuk daam kategori ini antara lain Gandhi, Churcill, dan Mandela.[3]
Senada
dengan hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori
genetis dalam dua poin, yaitu: 1) pemimpin
itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir
menjadi pemimpin oleh bakat-bakat
alami yang luar biasa sejak lahirnya. 2) dia ditakdirkan
lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanapun juga.[4]
2. Teori
Sifat (Traits Theory of Leadership)
Teori
ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan
sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi
kepemimpinan. Teori sifat tertentu sering mengidentifikasi karakteristik
kepribadian atau perilaku yang dimiliki oleh pemimpin.[5]
Teori
ini menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan keberadaan
pemimpin, yang memungkinkan pekerjaan atau tugas kepemimpinannya akan sukses atau
efektif. Pemimpin akan efektif dan berhasil jika memiliki sifat-sifat seperti
berani, berkemauan kuat, memiliki stamina lebih, mempunyai sifat empati, berani
mengambil keputusan, cermat dalam waktu, berani bersaing, percaya diri, bersedia
berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi, hubungan interpersonal
baik, track record bagus, intelegensi
tinggi dan lain sebagainya.[6]
3. Teori
Perilaku (Behavioral Theory of Leadership)
Disebut juga teori sosial, dan merupakan sanggahan
terhadap teori genetis. Pemimpin
itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk, tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born)[7]. Setiap
orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan, serta didorong
oleh kemauan sendiri[8].
Teori
ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki
pemimpin, tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku
dalam mempengaruhi orang lain, dan hal ini dipengaruhi oleh gaya keemimpinan
masing-masing. Gaya tersebut bisa berkembang menjadi model human relationship atau task
oriented.[9]
4.
Teori
ekologis atau sintetis
Teori ini muncul
sebagai reaksi dari kedua teori terdahulu
(genetis dan sosial). Teori ini menyatakan
bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila sejak lahir
dia telah dimiliki bakat-bakat kepemimpinan yang
dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan
tuntutan lingkungan.[10]
5. Teori
Situasional (Situational Theory of
Leadership)
Teori
ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan perilaku
pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis[11]. Teori
ini menyebutkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel
situasional[12].
Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu pada suatu situasi,
tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan situasinya.
Jadi, pemimpin yang efektif adalah “on
the right place, the right time, and fulfill the needs and expectation of the
follower.”[13]
6. Teori
Kontingensi (Contingency Theory of
Leadership)
Teori
ini memfokuskan pada variabel tertentu yang berhubungan dengan lingkungan yang
bisa menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok untuk situasi yang cocok
pula. Menurut teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan terbaik dalam segala
situasi[14]. Keefektifan
kepemimpinan ditentukan paling tidak
oleh tiga variabel, yaitu gaya kepemimpinan, keadaan pengikut, serta situasi
dimana kepemimpinan diterapkan. Teori ini merupakan pengembangan dari teori
situasional.[15]
7. Teori
Kharismatik (Charismatic Theory)
Dalam
teori ini, para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui memiliki
kemampuan luar biasa, yaitu kemampuan yang hanya dimiliki oleh orang-orang
tertentu. Pemimpin dianggap lebih
tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Di Jawa, diistilahkan sebagai: orang
yang wicaksana, ngerti sakdurunge winarah.
Menurut
Robert House, terdapat tiga komponen utama sebagai indikator dari pemimpin
kharismatik, yaitu: 1) memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, 2) dominan
dalam segala hal, baik sifat pribadi yang unggul, terpuji, dapat dipercaya, dan
3) memiliki pengaruh yang sangat kuat hingga pengikutya seperti terbuai
mengikuti perintahnya.[16]
8. Teori
Transaksional (Transactional Theory of
Leadership)
Juga
disebut sebagai teori-teori manajemen. Kajiannya berfokus pada peran
pengawasan, organisasi dan kinerja kelompok[17]. Teori
ini menggunakan pendekatan transaksi untuk disepakati bersama antar pemimpin dan
karyawan. Pemimpin mengambil inisiatif menawarkan bentuk pemuasan bagi
karyawan, (misal upah dan promosi). Jika kesepakatan telah terjadi, maka
pemimpin menindaklanjuti dengan merumuskan dan mendeskripsikan tugas dengan jelas
dan operasional, menjelaskan target, dan memotivasi karyawan agar mau bekerja
keras[18]. Teori
ini menggunakan prinsip sistem ganjaran dan hukuman (reward and punishment)[19].
9. Teori
Transformasional (Relational Theory of
Leadership)
Disebut
juga sebagai teori-teori relasional kepemimpinan. Teori ini berfokus pada
hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin memotivasi
dan menginspirasi orang dengan membantu anggota memahami potensinya untuk
kemudian ditransformasikan menjadi perilaku nyata dalam rangka penyelesaian
tugas pokok dan fungsi dalam kebersamaan. Pemimpin transformasional biasanya
memiliki etika yang tinggi dan standar moral.[20]
Untuk
menjadi pemimpin transformasional, ada dua tugas yang harus dilakukan, yaitu
membangun kesadaran pengikutnya akan pentingnya meningkatkan produktivitas
organisasi, dan mengembangkan komitmen organisasi dengan mengembangkan
kesadaran ikut memiliki organisasi dan kesadaran tanggung jawab pada organisasi.[21]
B.
Pendekatan
Studi Kepemimpinan
Hampir
seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam empat macam
pendekatan, yaitu:
Lanjut Baca: Klik Disini
Lanjut Baca: Klik Disini