Rouf 'Azmi Konsep Psikologi Islam Tentang Manusia | Kumpulan Makalah Perkuliahan

Saturday 4 May 2013

Konsep Psikologi Islam Tentang Manusia

Oleh : Muhammad Aji Fikri P

A.    Konsep Psikologi Islam Tentang Manusia
Apakah dan siapakah manusia? Pertanyaan klasik ini selalu menarik untuk dijawab oleh umat manusia sepanjang zaman. Pembahasan ini mencoba menelaah bagaimana pandangan psikologi modern tentang manusia dan pandangan psikologi islami tentang manusia.
1.      Manusia sebagai obyek study
Konsep manusia dalam disiplin-disiplin ilmu pengetahuan modern adalah konsep sentral. Jika kita masuk dalam kajian-kajian psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, hukum, manajemen, sastra, filsafat ilmu pengetahuan dan teologi, maka konsep-konsep manusia selalu menjadi faktor utama karena memegang peranan penting dalam mengembangkan suatu teori atau disiplin ilmu. Konsep manusia ini akan menentukan bagaimana penelitian terhadap manusia dilakukan dan bagaimana perlakuan terhadap manusia dilangsungkan.
Begitu juga jika kita menelaah psikologi, maka setiap aliran, teori dan sistem psikologi senantiasa berakar pada sebuah pendangan filsafat tentang manusia, apakah manusia itu. Seperti konsep-konsep manusia dalam pandangan aliran-aliran psikologi modern (psikoanalisis, humanistik dan behavioristik) yang setelah dilakukan analisis mempunyai kekurangan masing-masing yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
2.      Konsep psikologi islam tentang ciri-ciri manusia
Membicarakan manusia adalah membicarakan sesuatu hal yang sulit, karena banyak persoalan yang terkandung dalam diri manusia itu. Namun upaya merumuskan pandangan tentang manusia dapat dilakukan dengan merujuk pada al-Qur’an dan al-Hadits. Menurut Hanna Djumhana Bastaman dalam al-Qur’an wawasan tentang manusia adalah:
a)      Manusia mempunyai derajat yang sangat tinggi sebagai Khalifah
b)      Manusia tidak menanggung dosa asal atau dosa turunan
c)      Manusia merupakan kesatuan dari empat dimensi; fisik-biologis, mantal-psikis, sosio-kultur, dan spiritual.
d)     Dimensi spiritual (Ruhani, Ruh-ku) memungkinkan manusia mengadakan hubungan dengan Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan-Nya.
e)      Manusia memiliki kebebasan berkehendak (freedom of will) yang memungkinkan mengarahkan manusia kearah keluhuran atau kesesatan.
f)       Manusia mempunyai akal sebagai kemampuan khusus dan dengan akalnya manusia mengembangkan ilmu pengetahuan.
g)      Manusia tak dibiarkan hidup tanpa bimbingan dan petunjuk-Nya.
Tugas utama manusia di bumi disamping sebagai Abdullah (hamba Allah) adalah sebagai khalifah. Agar manusia dapat menjalankan tugas kekhalifahan dengan baik maka manusia dilengkapi potensi-potensi yang memungkinkannya dapat memikul tugas tersebut. Potensi tersebut diantaranya :
Ciri Pertama, manusia mempunyai raga dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Dengan fisik yang bagus diharapkan manusia bersyukur kepada Allah.
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ
Artinya: Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Ciri kedua, manusia itu bersifat baik dari segi fitrah sejak semula. Manusia tidak mewarisi dosa asal karena Adam dan Hawa keluar dari surga. Salah satu ciri utama fitrah adalah menusia menerima Allah sebagai Tuhan. Sebab-sebab yang menjadikan seseorang tidak percaya terhadap Tuhan bukanlah sifat dari asalnya, tetapi ada kaitannya dengan alam sekitarnya. Konsep Islam ini bertentangan dengan kristen tentang dosa asal dan konsep Behaviorisme yang menganggap manusia itu netral.
Ciri ketiga adalah ruh. Al-Qur’an secara tegas mengatakan bahwa kehidupan manusia tergantung pada wujud ruh dalam badannya. Tentang bagaimana wujudnya, bagaimana bentuknya dilarang untuk mempersoalkannya. Tentang ruh Al-Qur’an menyatakan bahwa tingkah laku manusia adalah akibat dari interaksi antara ruh dan badan. Dalam al-Quran Surah al-Hijr:29, “Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”.
Ciri keempat adalah kebebasan kemauan atau kebebasan berkehendak yaitu kebebasan untuk memilih tingkah lakunya sendiri, kebaikan atau keburukan. Sebagai khalifah manusia menerima dengan kemauan sendiri amanah yang tidak dapat dipikul oleh makhluk-makhluk lain. Dalam Q.S al-Kahfi:29,  “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir...". Artinya manusia boleh menerima dan menolak untuk percaya kepada Allah, dia memiliki kebebasan berkehendak.
Ciri yang kelima adalah akal. Akal dalam pengertian Islam bukanlah otak, melainkan daya fikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam merupakan ikatan dari tiga unsur yaitu pikiran, perasaan dan kemauan. Menurut T.M. Usman El-Muhammady, bila ikatan itu tidak ada. Akal adalah alat yang menjadikan manusia dapat melakukan pemilihan antara yang betul dan yang salah. Allah selalu memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya agar dapat memahami fenomena alam semesta. Akan tetapi disadari bahwa akal manusia punya keterbatasan.
Ciri keenam adalah nafsu. Nafs atau nafsu seringkali dikaitkan dengan gejolak atau dorongan yang terdapat dalam diri manusia. Apabila dorongan itu berkuasa dan manusia tidak mengendalikannya maka  manusia akan tersesat. Dalam Q.S al-Furqan :43-44
43.  Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,
44.  Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).
Kesesatan tersebut terjadi karena manusia yang dikuasai nafsunya itu tidak menggunakan hati dan indra yang dimilikinya (Q.S 7:178-179) agar nafsu selalu dalam naungan kebenaran, maka manusia harus selalu beristiqamah/berteguh pendirian terhadap Allah, selalu ikhlas dalam setiap amal dan selalu ingat bahwa diri ini akan kembali kepada-Nya. Dalam Q.S al-A’raf: 178-179,
178.  Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, Maka merekalah orang-orang yang merugi.
179.  Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.

Lanjut baca: Klik Disini

Ditulis Oleh : Abdur Rouf Hari: 6:39 am Kategori:

Comments
0 Comments

0 comments: