Oleh : Muhammad Aji Fikri P
Lanjut baca: Klik Disini
A.
Konsep Psikologi Islam
Tentang Manusia
Apakah
dan siapakah manusia? Pertanyaan klasik ini
selalu menarik untuk dijawab oleh umat manusia
sepanjang zaman. Pembahasan ini mencoba menelaah bagaimana pandangan psikologi
modern tentang manusia dan pandangan psikologi islami tentang manusia.
1.
Manusia sebagai obyek
study
Konsep
manusia dalam disiplin-disiplin ilmu pengetahuan modern adalah konsep sentral.
Jika kita masuk dalam kajian-kajian psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi,
hukum, manajemen, sastra, filsafat ilmu pengetahuan dan teologi, maka
konsep-konsep manusia selalu menjadi faktor utama karena memegang peranan
penting dalam mengembangkan suatu teori atau disiplin ilmu. Konsep manusia ini
akan menentukan bagaimana penelitian terhadap manusia dilakukan dan bagaimana
perlakuan terhadap manusia dilangsungkan.
Begitu
juga jika kita menelaah psikologi, maka setiap aliran, teori dan sistem
psikologi senantiasa berakar pada sebuah pendangan filsafat tentang manusia, apakah
manusia itu. Seperti konsep-konsep manusia dalam pandangan aliran-aliran
psikologi modern (psikoanalisis, humanistik dan behavioristik) yang setelah
dilakukan analisis mempunyai kekurangan masing-masing yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya.
2.
Konsep psikologi islam
tentang ciri-ciri manusia
Membicarakan
manusia adalah membicarakan sesuatu hal yang sulit, karena banyak persoalan
yang terkandung dalam diri manusia itu. Namun upaya merumuskan pandangan
tentang manusia dapat dilakukan dengan merujuk pada al-Qur’an dan al-Hadits.
Menurut Hanna Djumhana Bastaman dalam al-Qur’an wawasan tentang manusia adalah:
a)
Manusia mempunyai
derajat yang sangat tinggi sebagai Khalifah
b)
Manusia tidak
menanggung dosa asal atau dosa turunan
c)
Manusia merupakan
kesatuan dari empat dimensi; fisik-biologis, mantal-psikis, sosio-kultur, dan
spiritual.
d)
Dimensi spiritual
(Ruhani, Ruh-ku) memungkinkan manusia mengadakan hubungan dengan Tuhan melalui
cara-cara yang diajarkan-Nya.
e)
Manusia memiliki
kebebasan berkehendak (freedom of will) yang memungkinkan mengarahkan
manusia kearah keluhuran atau kesesatan.
f)
Manusia mempunyai akal
sebagai kemampuan khusus dan dengan akalnya manusia mengembangkan ilmu
pengetahuan.
g)
Manusia tak dibiarkan
hidup tanpa bimbingan dan petunjuk-Nya.
Tugas
utama manusia di bumi disamping sebagai Abdullah (hamba Allah) adalah sebagai
khalifah. Agar manusia dapat menjalankan tugas kekhalifahan dengan baik maka
manusia dilengkapi potensi-potensi yang memungkinkannya dapat memikul tugas
tersebut. Potensi tersebut diantaranya :
Ciri
Pertama, manusia mempunyai raga dengan bentuk
yang sebaik-baiknya. Dengan fisik yang bagus diharapkan manusia bersyukur
kepada Allah.
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
Artinya: Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ciri
kedua, manusia itu bersifat baik dari segi
fitrah sejak semula. Manusia tidak mewarisi dosa asal karena Adam dan Hawa
keluar dari surga. Salah satu ciri utama fitrah adalah menusia menerima Allah
sebagai Tuhan. Sebab-sebab yang menjadikan seseorang tidak percaya terhadap
Tuhan bukanlah sifat dari asalnya, tetapi ada kaitannya dengan alam sekitarnya.
Konsep Islam ini bertentangan dengan kristen tentang dosa asal dan konsep
Behaviorisme yang menganggap manusia itu netral.
Ciri
ketiga adalah ruh. Al-Qur’an secara tegas
mengatakan bahwa kehidupan manusia tergantung pada wujud ruh dalam badannya.
Tentang bagaimana wujudnya, bagaimana bentuknya dilarang untuk
mempersoalkannya. Tentang ruh Al-Qur’an menyatakan bahwa tingkah laku manusia
adalah akibat dari interaksi antara ruh dan badan. Dalam al-Quran Surah
al-Hijr:29, “Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah
meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud”.
Ciri
keempat adalah kebebasan kemauan atau kebebasan
berkehendak yaitu kebebasan untuk memilih tingkah lakunya sendiri, kebaikan
atau keburukan. Sebagai khalifah manusia menerima dengan kemauan sendiri amanah
yang tidak dapat dipikul oleh makhluk-makhluk lain. Dalam Q.S al-Kahfi:29, “Dan
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir...". Artinya manusia boleh
menerima dan menolak untuk percaya kepada Allah, dia memiliki kebebasan
berkehendak.
Ciri
yang kelima adalah akal. Akal dalam pengertian
Islam bukanlah otak, melainkan daya fikir yang terdapat dalam jiwa manusia.
Akal dalam Islam merupakan ikatan dari tiga unsur yaitu pikiran, perasaan dan
kemauan. Menurut T.M. Usman El-Muhammady, bila ikatan itu tidak ada. Akal
adalah alat yang menjadikan manusia dapat melakukan pemilihan antara yang betul
dan yang salah. Allah selalu memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya
agar dapat memahami fenomena alam semesta. Akan tetapi disadari bahwa akal
manusia punya keterbatasan.
Ciri
keenam adalah nafsu. Nafs atau nafsu seringkali
dikaitkan dengan gejolak atau dorongan yang terdapat dalam diri manusia.
Apabila dorongan itu berkuasa dan manusia tidak mengendalikannya maka manusia akan tersesat. Dalam Q.S al-Furqan
:43-44
43. Terangkanlah kepadaku tentang orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya?,
44. Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan
mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).
Kesesatan
tersebut terjadi karena manusia yang dikuasai nafsunya itu tidak menggunakan
hati dan indra yang dimilikinya (Q.S 7:178-179) agar nafsu selalu dalam naungan
kebenaran, maka manusia harus selalu beristiqamah/berteguh pendirian terhadap
Allah, selalu ikhlas dalam setiap amal dan selalu ingat bahwa diri ini akan
kembali kepada-Nya. Dalam Q.S al-A’raf: 178-179,
178. Barangsiapa yang diberi petunjuk
oleh Allah, Maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan
Allah, Maka merekalah orang-orang yang merugi.
179. Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
Lanjut baca: Klik Disini